News

Aktivitas Tambang Sesuai UU tidak Dapat Disebut Penyerobotan Lahan

2 November 2025

Aktivitas Tambang Sesuai UU tidak Dapat Disebut Penyerobotan Lahan
Image generated by AI
Pernyataan bahwa kegiatan pertambangan yang beroperasi sesuai dengan perundang-undangan tidak dapat dikategorikan sebagai penyerobotan lahan semakin mengemuka. Hal ini menegaskan pentingnya pemahaman terhadap regulasi yang berlaku dalam sektor mineral dan batu bara. Setiap aktivitas ekstraksi sumber daya alam wajib mengantongi izin resmi dari pemerintah. Kepatuhan terhadap aturan hukum menjadi fondasi utama legitimasi operasional perusahaan tambang.

Dasar hukum pertambangan di Indonesia sangat jelas, termaktub dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Regulasi ini mengatur secara komprehensif mulai dari tahapan eksplorasi, eksploitasi, hingga pascatambang. Perusahaan yang telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) telah melalui serangkaian proses verifikasi ketat. Proses ini memastikan bahwa hak atas lahan telah sesuai dengan peruntukannya.

Sebelum izin diterbitkan, para pelaku usaha harus melewati berbagai tahapan, termasuk studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (AMDAL). AMDAL adalah instrumen krusial untuk memastikan dampak operasional terhadap lingkungan dan masyarakat dapat diminimalisir serta dikelola dengan baik. Selain itu, konsultasi publik dan persetujuan dari masyarakat setempat juga seringkali menjadi bagian tak terpisahkan dari proses perizinan. Ini menunjukkan upaya untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan sosial lingkungan.

Perbedaan mendasar antara aktivitas tambang legal dan ilegal terletak pada kepatuhan terhadap regulasi yang ada. Tambang legal beroperasi dengan batas wilayah jelas, diawasi oleh pemerintah, dan bertanggung jawab terhadap reklamasi serta pascatambang. Sebaliknya, penambangan ilegal kerap merusak lingkungan, tidak membayar royalti, dan seringkali menimbulkan konflik agraria. Oleh karena itu, penting untuk tidak menyamaratakan seluruh aktivitas pertambangan dengan kegiatan yang melanggar hukum.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam pengawasan dan penegakan hukum. Sanksi tegas diberlakukan bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan perizinan atau melakukan penambangan tanpa izin. Pengawasan yang efektif bertujuan untuk memastikan setiap perusahaan tambang mematuhi kewajibannya dan beroperasi secara bertanggung jawab. Langkah ini juga demi menjaga kepercayaan publik terhadap sektor pertambangan nasional.

Meskipun demikian, potensi konflik terkait penggunaan lahan tetap ada, terutama di area yang memiliki tumpang tindih kepemilikan atau hak ulayat masyarakat adat. Dalam kasus seperti ini, penyelesaian sengketa dilakukan melalui mekanisme hukum dan musyawarah yang transparan. Keterbukaan informasi dan dialog konstruktif menjadi kunci untuk mencegah eskalasi permasalahan yang dapat merugikan semua pihak. Kebijakan pemerintah terus berupaya mengakomodasi hak-hak masyarakat lokal.

Dengan demikian, selama kegiatan pertambangan dijalankan dengan landasan hukum yang kuat dan mematuhi semua regulasi yang berlaku, label "penyerobotan lahan" tidaklah relevan. Industri pertambangan adalah salah satu pilar ekonomi nasional yang menyumbang pendapatan negara dan menciptakan lapangan kerja. Penting bagi semua pihak untuk memahami kerangka hukum ini guna mendukung investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan di sektor pertambangan Indonesia.

Referensi: mediaindonesia.com