Dokumen Internal PBNU Bocor: Desakan Mundur Ketua Umum Gus Yahya Memicu Gejolak Organisasi
24 November 2025
15:05 WIB
sumber gambar : rmol.id
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dikabarkan tengah menghadapi prahara internal menyusul beredarnya sebuah dokumen risalah Rapat Harian Syuriyah. Dokumen krusial tersebut berisi permintaan agar Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, mengundurkan diri dari jabatannya. Risalah yang tertanggal 20 November 2025 itu disebut-sebut telah ditandatangani oleh Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, menambah bobot dan keseriusan isu yang beredar luas di kalangan internal maupun publik. Situasi ini sontak memicu beragam spekulasi dan perbincangan hangat mengenai masa depan kepemimpinan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Dokumen yang kini menjadi sorotan tajam tersebut memuat sejumlah poin evaluasi terhadap kinerja Gus Yahya selama menjabat sebagai Ketua Umum. Sumber internal mengindikasikan bahwa evaluasi ini mencerminkan adanya ketidakpuasan dari Syuriyah, badan tertinggi dalam PBNU yang mengemban fungsi pengawasan dan bimbingan. Keberadaan poin-poin evaluasi tersebut menjadi dasar utama desakan mundur, menunjukkan bahwa permasalahan ini bukanlah sekadar isu sepele, melainkan potensi konflik mendalam dalam struktur organisasi. Bocornya risalah ini ke publik juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi internal dan integritas organisasi.
Posisi Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU, yang merupakan pucuk pimpinan eksekutif, menempatkannya di tengah badai kritik ini. Sejak terpilih, kepemimpinannya telah diwarnai dengan berbagai kebijakan dan langkah strategis yang tidak selalu luput dari pro dan kontra. Desakan dari Syuriyah, khususnya dengan tanda tangan Rais Aam, mengindikasikan adanya perbedaan pandangan atau kebijakan yang fundamental antara Tanfidziyah (badan eksekutif) dan Syuriyah (badan legislatif dan yudikatif) PBNU. Ini tentu menjadi tantangan serius bagi stabilitas kepemimpinan Gus Yahya dan arah organisasi ke depan.
Peran Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, dalam risalah tersebut sangat signifikan dan menambah bobot desakan yang ada. Rais Aam adalah pemimpin tertinggi Syuriyah, yang memiliki otoritas keagamaan dan moral yang sangat dihormati di lingkungan NU. Tandatangan beliau pada risalah tersebut menunjukkan bahwa isu ini telah mencapai tingkat paling atas dan serius, bukan sekadar riak-riak kecil di tingkat bawah. Hal ini tentu saja membuat situasi semakin kompleks dan memerlukan penanganan yang cermat untuk menghindari perpecahan di dalam tubuh organisasi.
Pengamat politik Adi Prayitno menduga bahwa isu yang kini mencuat ke publik hanyalah sebagian kecil dari dinamika yang jauh lebih besar dan kompleks. Menurutnya, prahara internal PBNU ini kemungkinan memiliki akar masalah yang lebih dalam, bisa jadi terkait dengan perebutan pengaruh, perbedaan visi kepemimpinan, atau bahkan tekanan politik dari luar. Dinamika semacam ini seringkali terjadi di organisasi besar dengan basis massa dan pengaruh politik yang kuat seperti NU. Konflik internal yang tidak terselesaikan dengan baik berpotensi merugikan kredibilitas PBNU di mata umat dan masyarakat luas.
Gejolak ini berpotensi memiliki implikasi luas tidak hanya bagi PBNU sendiri, tetapi juga bagi peta politik dan sosial di Indonesia. Nahdlatul Ulama, dengan jutaan anggotanya, selalu menjadi pemain kunci dalam berbagai isu kebangsaan dan memiliki pengaruh besar terhadap opini publik. Krisis kepemimpinan di tingkat tertinggi dapat mengganggu soliditas internal, memecah belah dukungan, dan melemahkan posisi tawar NU dalam kancah nasional. Oleh karena itu, penyelesaian isu ini bukan hanya urusan internal, melainkan juga kepentingan publik yang lebih besar.
Ke depannya, sangat penting bagi seluruh jajaran PBNU untuk segera mencari solusi konstruktif demi menjaga persatuan dan soliditas organisasi. Publik menanti tanggapan resmi dan penjelasan yang transparan dari PBNU mengenai isi risalah serta langkah-langkah yang akan diambil untuk menanggapi desakan tersebut. Resolusi konflik ini akan menentukan arah dan stabilitas kepemimpinan PBNU di masa mendatang, serta bagaimana organisasi ini akan terus berperan aktif dalam membangun bangsa. Berbagai pihak berharap agar polemik ini dapat diselesaikan secara bijaksana dan kekeluargaan sesuai dengan nilai-nilai Nahdlatul Ulama.