News

Greenpeace Tuntut Ketegasan Pemerintah Atasi Krisis Lingkungan: Menteri Mundur, Korporasi Ditindak

5 December 2025
10:50 WIB
Greenpeace Tuntut Ketegasan Pemerintah Atasi Krisis Lingkungan: Menteri Mundur, Korporasi Ditindak
sumber gambar : asset.tribunnews.com
Koordinator Kampanye Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, secara tegas menyerukan tuntutan mundur terhadap tiga menteri terkait serta penangkapan segera terhadap korporasi pembalak hutan yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap serangkaian bencana ekologis yang melanda Indonesia, yang menurut Damanik bukanlah takdir semata. Ia menekankan bahwa musibah tersebut merupakan manifestasi nyata dari kegagalan kebijakan pemerintah dan pembiaran sistematis terhadap praktik-praktik perusakan alam. Desakan ini menandai meningkatnya frustrasi masyarakat sipil terhadap lambatnya penanganan masalah lingkungan di tanah air. Greenpeace menyoroti perlunya akuntabilitas menyeluruh dari semua pihak yang berkontribusi terhadap krisis iklim dan lingkungan ini.

Damanik menegaskan bahwa pengunduran diri para menteri bukan sekadar tuntutan simbolis, melainkan langkah fundamental untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan adanya pertanggungjawaban politik. Menurutnya, kegagalan dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan perlindungan lingkungan yang efektif telah menciptakan celah bagi eksploitasi sumber daya alam secara masif. Adanya menteri yang bertanggung jawab atas sektor terkait namun membiarkan kerusakan terus terjadi menunjukkan absennya kepemimpinan yang kuat dalam menjaga kelestarian alam. Tuntutan ini secara langsung menyoroti performa kementerian yang dianggap tidak mampu mencegah atau memitigasi dampak dari aktivitas perusakan hutan. Langkah ini diharapkan dapat menjadi momentum evaluasi total terhadap tata kelola lingkungan di Indonesia.

Lebih lanjut, Koordinator Kampanye Greenpeace Indonesia tersebut juga mendesak aparat hukum untuk segera menindak dan menangkap korporasi-korporasi yang terlibat dalam praktik pembalakan hutan ilegal. Damanik mempertanyakan, "Apa susahnya menangkap para korporasi pembalak hutan yang sudah jelas merusak lingkungan ini?" Pertanyaan retoris ini menggarisbawahi persepsi publik bahwa identitas pelaku seringkali sudah diketahui, namun penegakan hukum masih lemah. Keberanian korporasi untuk terus beroperasi secara ilegal menunjukkan adanya impunitas yang perlu segera diakhiri demi keadilan lingkungan. Penindakan tegas terhadap aktor korporasi ini krusial untuk memberikan efek jera dan mencegah kerusakan lebih lanjut di masa mendatang. Tanpa penegakan hukum yang kuat, upaya pelestarian hutan akan selalu terhambat oleh kepentingan ekonomi sesaat.

Argumen inti yang disampaikan Greenpeace adalah bahwa bencana lingkungan yang terjadi bukan murni bencana alam, melainkan konsekuensi langsung dari kegagalan kebijakan dan pembiaran. Kebijakan yang tidak pro-lingkungan, tumpang tindih regulasi, serta pengawasan yang longgar seringkali menjadi pemicu utama deforestasi dan degradasi ekosistem. Pembiaran terhadap praktik ilegal oleh aparat penegak hukum juga semakin memperparah kondisi hutan Indonesia yang kritis. Ini mencerminkan adanya disfungsi dalam sistem pemerintahan yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan lingkungan. Damanik menekankan bahwa mengubah paradigma dari reaktif menjadi proaktif dalam tata kelola lingkungan adalah suatu keharusan.

Dampak dari pembalakan hutan dan kegagalan kebijakan ini sangat merugikan, tidak hanya bagi keanekaragaman hayati tetapi juga bagi jutaan masyarakat adat dan lokal. Bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang semakin sering terjadi adalah bukti nyata dari kerusakan ekologis yang meluas. Hilangnya tutupan hutan mengurangi kemampuan tanah menyerap air, mempercepat erosi, dan mengubah pola iklim mikro. Mata pencarian masyarakat yang bergantung pada hutan dan ekosistem sekitarnya juga terancam serius. Krisis lingkungan ini merupakan ancaman eksistensial yang memerlukan respons luar biasa dari seluruh pemangku kepentingan.

Greenpeace Indonesia, sebagai organisasi lingkungan global, telah lama vokal dalam menyuarakan isu-isu deforestasi, perusakan gambut, dan dampak perubahan iklim di Indonesia. Tuntutan ini konsisten dengan misi mereka untuk mempromosikan praktik berkelanjutan dan meminta pertanggungjawaban dari para perusak lingkungan. Organisasi ini secara rutin melakukan investigasi, kampanye publik, dan advokasi kebijakan untuk mendesak pemerintah dan korporasi agar bertanggung jawab. Mereka percaya bahwa tekanan publik dan tuntutan hukum adalah cara efektif untuk mendorong perubahan positif. Peran aktif Greenpeace menjadi penting dalam menjaga isu lingkungan tetap relevan dalam agenda publik dan politik.

Jika tuntutan ini tidak diindahkan, Damanik memperingatkan bahwa krisis lingkungan di Indonesia akan semakin memburuk, dengan konsekuensi yang tak terhindarkan bagi generasi mendatang. Tanpa akuntabilitas yang jelas dan penegakan hukum yang kuat, siklus perusakan hutan dan bencana ekologis akan terus berulang tanpa henti. Ini akan semakin mengikis kredibilitas pemerintah di mata internasional terkait komitmennya terhadap isu lingkungan dan iklim. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret dan segera diperlukan untuk membuktikan keseriusan pemerintah dalam melindungi kekayaan alam bangsa. Keengganan untuk bertindak tegas hanya akan memperparah situasi dan menciptakan preseden buruk.

Pernyataan Iqbal Damanik dari Greenpeace Indonesia menggarisbawahi betapa mendesaknya kebutuhan akan perubahan paradigma dalam tata kelola lingkungan di Indonesia. Tuntutan untuk pengunduran diri menteri dan penangkapan korporasi pembalak hutan adalah cerminan dari desakan publik akan keadilan dan perlindungan ekologis. Ini bukan lagi sekadar isu lingkungan, melainkan masalah keadilan sosial dan keberlanjutan hidup bangsa. Pemerintah diharapkan dapat merespons tuntutan ini dengan tindakan nyata, bukan hanya janji, demi masa depan lingkungan Indonesia yang lebih baik. Ketegasan adalah kunci untuk menghentikan laju kerusakan dan membangun kembali harmoni antara manusia dan alam.

Referensi: wartakota.tribunnews.com