Sidang Kedua Judicial Review UU Minerba: LKBH FHUI Gugat Pasal Perizinan dan Kepemilikan Hasil Produksi
4 November 2025
Image generated by AI
Mahkamah Konstitusi (MK) telah kembali menggelar sidang kedua untuk perbaikan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Sidang penting ini berlangsung pada Senin (3/11), menandai kelanjutan upaya hukum yang berpotensi membentuk ulang lanskap industri pertambangan nasional. Fokus utama dari uji materiil ini adalah tantangan terhadap beberapa pasal krusial dalam undang-undang tersebut. Proses hukum ini menarik perhatian luas dari berbagai pihak.
Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) adalah pihak yang mengajukan gugatan ini. Mereka secara khusus menyoroti pasal-pasal yang berkaitan dengan isu perizinan dan kepemilikan hasil produksi pertambangan. Kedua aspek ini dianggap sangat fundamental karena secara langsung memengaruhi hak dan kewajiban pelaku usaha serta potensi pendapatan negara dari sektor strategis ini. Gugatan ini berupaya mencari kejelasan hukum dan keadilan terkait implementasi UU Minerba di lapangan.
UU Minerba 2009 telah menjadi payung hukum utama bagi sektor pertambangan Indonesia selama lebih dari satu dekade. Undang-undang ini bertujuan mengatur pengelolaan sumber daya mineral dan batubara secara berkelanjutan, adil, dan memberikan manfaat maksimal bagi negara dan rakyat. Namun, seiring waktu, beberapa interpretasi atau implementasi pasal-pasalnya menimbulkan perdebatan, terutama terkait kompleksitas regulasi dan birokrasi perizinan. Revisi atau uji materiil seringkali menjadi jalan untuk penyempurnaan.
Permohonan uji materiil oleh LKBH FHUI ini menunjukkan adanya kepedulian terhadap implikasi hukum dan ekonomi dari pasal-pasal yang digugat. Isu perizinan, misalnya, seringkali menjadi titik krusial bagi investor dan perusahaan pertambangan dalam memulai atau melanjutkan operasi mereka. Sementara itu, masalah kepemilikan hasil produksi dapat memengaruhi jaminan investasi dan kepastian hukum bagi seluruh rantai pasok industri. Ini adalah inti dari gugatan yang diajukan oleh LKBH FHUI.
Sidang di Mahkamah Konstitusi ini menjadi forum penting untuk meninjau kembali konstitusionalitas pasal-pasal tersebut. Keputusan MK nantinya akan memiliki kekuatan hukum mengikat, yang dapat berimplikasi besar terhadap cara negara mengelola dan perusahaan beroperasi di sektor pertambangan. Ini adalah bagian dari mekanisme checks and balances yang memastikan bahwa setiap undang-undang sejalan dengan UUD 1945 dan prinsip keadilan. Putusan MK akan menjadi landasan hukum yang kuat.
Hasil dari judicial review ini akan sangat dinantikan oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, pelaku usaha pertambangan, hingga masyarakat sipil. Jika permohonan dikabulkan, perubahan pada pasal-pasal terkait perizinan atau kepemilikan hasil produksi dapat memicu penyesuaian regulasi yang lebih luas. Hal ini berpotensi menciptakan iklim investasi yang lebih transparan atau menuntut kepatuhan yang lebih ketat dari pihak-pihak terkait. Dampak keputusannya akan terasa di seluruh lini industri.
Proses sidang yang masih berjalan ini menekankan pentingnya kepastian hukum dalam industri pertambangan yang padat modal dan berisiko tinggi. Keputusan akhir MK diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum yang lebih baik, mendukung keberlanjutan industri, serta memastikan pemerataan manfaat dari kekayaan alam Indonesia. Perkembangan selanjutnya dari sidang ini akan terus dipantau secara ketat oleh seluruh elemen masyarakat dan industri. Kepastian hukum adalah kunci utama investasi.