News
Analisis Drone Emprit Ungkap Tiga Narasi Kunci Penyebab Banjir Parah di Sumatera
4 December 2025
13:54 WIB
sumber gambar : fajar.co.id
JAKARTA – Bencana banjir yang kerap melanda wilayah Sumatera dalam beberapa waktu terakhir kembali menjadi sorotan tajam. Ismail Fahmi, Founder Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, melalui analisis mendalamnya, telah mengungkap tiga narasi utama yang secara komprehensif menjelaskan akar permasalahan banjir di pulau tersebut. Penemuan ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru bagi para pemangku kebijakan dalam merumuskan strategi penanggulangan bencana yang lebih efektif. Analisis berbasis data ini menyoroti kompleksitas penyebab banjir yang tidak tunggal, melainkan merupakan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan sosial. Laporan ini menggarisbawahi urgensi penanganan yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Narasi pertama yang diidentifikasi adalah terkait dengan perubahan tata guna lahan yang masif di Sumatera. Penebangan hutan ilegal, ekspansi perkebunan monokultur seperti kelapa sawit, serta aktivitas pertambangan yang tidak terkontrol, secara signifikan mengurangi daya serap air tanah. Kondisi ini diperparah dengan hilangnya vegetasi penutup yang berfungsi menahan laju air hujan, menyebabkan peningkatan drastis volume air permukaan saat curah hujan tinggi. Akibatnya, sungai-sungai tidak mampu menampung debit air yang melimpah, memicu luapan dan genangan di wilayah dataran rendah. Data satelit dan citra udara yang dianalisis Drone Emprit menunjukkan korelasi kuat antara deforestasi dan frekuensi kejadian banjir.
Narasi kedua menitikberatkan pada fenomena intensitas curah hujan ekstrem yang semakin sering terjadi, sejalan dengan dampak perubahan iklim global. Data meteorologi menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Sumatera mengalami episode hujan lebat dengan durasi dan volume yang jauh melampaui rata-rata historis. Hujan dengan intensitas sangat tinggi ini membanjiri daerah aliran sungai dalam waktu singkat, melampaui kapasitas drainase alami maupun buatan. Kondisi cuaca ekstrem ini menuntut adaptasi serius dalam sistem peringatan dini dan infrastruktur pengendali banjir. Para ahli klimatologi telah lama memperingatkan tentang pola cuaca yang kian tidak menentu ini, menyerukan mitigasi dan adaptasi yang lebih agresif.
Narasi ketiga mengemukakan persoalan perencanaan tata ruang dan kondisi infrastruktur yang belum memadai. Pembangunan pemukiman dan infrastruktur di daerah resapan air atau bantaran sungai tanpa memperhatikan kaidah mitigasi bencana telah meningkatkan kerentanan wilayah terhadap banjir. Sistem drainase kota yang tidak terpelihara dengan baik, serta sedimentasi di sungai-sungai akibat pembuangan sampah dan erosi, turut memperparah kondisi. Ismail Fahmi menekankan bahwa tanpa integrasi data komprehensif dalam perencanaan tata ruang, upaya mitigasi banjir akan tetap parsial dan kurang efektif. Solusi jangka panjang memerlukan intervensi kebijakan yang berani dan berkelanjutan.
Pengungkapan ketiga narasi ini bukan sekadar observasi permukaan, melainkan hasil dari metodologi analisis data yang canggih yang diterapkan oleh Drone Emprit. Ismail Fahmi dan timnya memadukan data geospasial, citra satelit, informasi hidrologi, serta analisis percakapan publik di media sosial untuk mengidentifikasi pola dan hubungan kausalitas. Pendekatan multidisiplin ini memungkinkan penarikan kesimpulan yang lebih akurat mengenai faktor-faktor pendorong banjir. Data yang terkumpul secara sistematis memberikan landasan ilmiah bagi kebijakan yang responsif dan berbasis bukti. Ini membuktikan bahwa teknologi analitik memiliki peran krusial dalam memahami masalah lingkungan yang kompleks dan memberikan solusi.
Temuan-temuan ini membawa implikasi besar bagi perumusan kebijakan mitigasi bencana di Sumatera. Pemerintah daerah dan pusat diharapkan dapat menggunakan data ini sebagai pijakan untuk merevisi rencana tata ruang, memperketat regulasi lingkungan, dan mengalokasikan sumber daya secara lebih tepat. Investasi pada infrastruktur hijau seperti restorasi hutan dan pengelolaan daerah aliran sungai, serta peningkatan kapasitas sistem drainase, menjadi sangat mendesak. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat sipil juga esensial dalam menciptakan ketahanan wilayah yang berkelanjutan. Solusi komprehensif harus menyentuh semua aspek dari hulu ke hilir untuk hasil maksimal.
Dengan terungkapnya tiga narasi utama penyebab banjir di Sumatera oleh Ismail Fahmi, diharapkan kesadaran kolektif akan kompleksitas masalah ini dapat meningkat. Upaya penanggulangan banjir tidak bisa lagi hanya bersifat reaktif, melainkan harus proaktif dan terintegrasi, mempertimbangkan aspek lingkungan, iklim, dan tata ruang secara holistik. Data dan analisis ilmiah seperti yang disajikan oleh Drone Emprit menjadi fondasi penting untuk membangun Sumatera yang lebih tangguh dan aman dari ancaman bencana hidrometeorologi di masa depan. Ini adalah panggilan untuk tindakan nyata yang terkoordinasi demi melindungi masyarakat dan ekosistem dari dampak buruk banjir.
Referensi:
fajar.co.id