Bandara Khusus di Morowali Picu Kontroversi: Prof. Henri Soroti Perlindungan Hukum dan Lingkungan
28 November 2025
10:17 WIB
sumber gambar : fajar.co.id
Sebuah bandara yang kerap disebut 'istimewa' dan berlokasi di kawasan pertambangan nikel Morowali, Sulawesi Tengah, baru-baru ini menjadi sorotan publik menyusul peresmiannya di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Keberadaan fasilitas infrastruktur vital ini, yang dikabarkan memiliki koneksi erat dengan operasional raksasa pertambangan nikel PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), memicu perdebatan sengit mengenai implikasi lingkungan, sosial, dan regulasi.
Profesor Henri Subiakto, seorang pakar komunikasi dan kebijakan publik, melontarkan pertanyaan tajam yang menggema di tengah masyarakat, menanyakan, "Siapa yang akan melindungi?" Pertanyaan tersebut mengindikasikan kekhawatiran mendalam terkait pengawasan dan akuntabilitas.
Pertanyaan kritis Prof. Henri Subiakto tersebut bukan tanpa alasan, mengingat rekam jejak pembangunan infrastruktur besar di kawasan industri seringkali diiringi dengan isu-isu lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal.
Kehadiran bandara ini dipercaya akan semakin mempercepat laju aktivitas ekspor-impor serta mobilitas personel di area pertambangan nikel yang dikenal sangat vital bagi perekonomian nasional.
Bandara yang secara spesifik belum disebutkan nama resminya secara luas ini diduga berfungsi sebagai penopang logistik utama bagi kompleks industri nikel terintegrasi di Morowali.
Dengan adanya fasilitas penerbangan ini, efisiensi operasional dan daya saing industri nikel di Indonesia diharapkan dapat meningkat signifikan.
Namun, label 'istimewa' yang melekat pada bandara tersebut menimbulkan tanda tanya terkait status kepemilikan, aksesibilitas publik, serta standar regulasi yang diterapkan, apakah sepenuhnya tunduk pada aturan penerbangan sipil atau memiliki kekhususan tertentu.
Peresmian bandara di masa pemerintahan Jokowi menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung investasi dan hilirisasi nikel, sebuah agenda ekonomi strategis yang terus didorong.
Fasilitas ini diharapkan dapat membuka gerbang lebih luas bagi investasi asing dan domestik di sektor industri pengolahan nikel.
Namun demikian, sorotan publik dan pertanyaan dari akademisi seperti Prof. Henri Subiakto menuntut transparansi dan jaminan bahwa pembangunan serta operasional bandara ini sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dan keadilan sosial.
Kekhawatiran terhadap dampak lingkungan jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat sekitar menjadi poin penting yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak terkait.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan penjelasan komprehensif mengenai kerangka hukum dan langkah-langkah perlindungan yang telah disiapkan untuk mengatasi potensi risiko yang mungkin timbul dari operasional bandara khusus ini.
Situasi ini menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara dorongan pertumbuhan ekonomi dengan kewajiban menjaga kelestarian lingkungan dan hak-hak asasi manusia.
Debat seputar bandara di Morowali ini menjadi cerminan bahwa setiap proyek infrastruktur raksasa membutuhkan pengawasan ketat dan dialog terbuka untuk memastikan manfaatnya dapat dirasakan secara adil dan berkelanjutan oleh seluruh lapisan masyarakat.