News

Imparsial Kritik Keras Pelibatan Militer dalam Penertiban Tambang Ilegal di Babel

24 November 2025
14:57 WIB
Imparsial Kritik Keras Pelibatan Militer dalam Penertiban Tambang Ilegal di Babel
sumber gambar : news.detik
Jakarta – Lembaga swadaya masyarakat Imparsial melontarkan kritik tajam terkait keterlibatan sejumlah personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam operasi penindakan tambang timah ilegal di Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Imparsial menilai, pelibatan militer dalam urusan penegakan hukum sipil merupakan tindakan yang keliru dan berpotensi menimbulkan preseden buruk bagi demokrasi. Kritik ini muncul menyusul laporan mengenai peran aktif prajurit dalam upaya penertiban yang seharusnya menjadi domain utama aparat kepolisian dan lembaga sipil terkait. Organisasi ini secara konsisten menyuarakan kekhawatiran atas "militerisasi penegakan hukum" di Indonesia.

Direktur Imparsial, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa tugas pokok TNI adalah pertahanan negara dari ancaman militer, bukan penegakan hukum terhadap tindak pidana seperti penambangan ilegal. Pelibatan TNI dalam kapasitas penegak hukum sipil dinilai melangkahi batas-batas konstitusional dan undang-undang yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Undang-undang tersebut secara jelas membedakan fungsi militer dari fungsi kepolisian, dengan polisi sebagai lembaga penegak hukum utama yang memiliki kewenangan penuh dalam penyidikan dan penindakan kejahatan. Situasi ini memicu perdebatan serius tentang profesionalisme dan akuntabilitas aparat negara.

Menurut Imparsial, meskipun ada klausul tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang memungkinkan TNI membantu pemerintah daerah, bantuan tersebut harus bersifat sekunder, atas permintaan resmi, dan di bawah koordinasi penuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Lebih lanjut, partisipasi TNI dalam penertiban ini dikhawatirkan dapat melahirkan impunitas atau kurangnya akuntabilitas jika terjadi pelanggaran hak asasi manusia, mengingat prajurit tidak dilatih untuk menghadapi masyarakat sipil dalam konteks penegakan hukum. Hal ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi TNI dan Polri, serta mengikis prinsip supremasi hukum yang seharusnya dijunjung tinggi.

Kekhawatiran Imparsial juga didasari pada potensi eskalasi konflik di lapangan akibat perbedaan pendekatan antara militer dan polisi. Pelatihan militer yang berorientasi tempur sangat berbeda dengan pelatihan kepolisian yang fokus pada penanganan kejahatan, investigasi, dan negosiasi dengan masyarakat sipil. Pendekatan militeristik dalam menangani masalah sosial ekonomi seperti tambang ilegal dapat memicu perlawanan lebih keras dari masyarakat, bahkan berujung pada kekerasan yang tidak perlu. Masyarakat Bangka Belitung, yang sebagian besar bergantung pada sektor pertambangan, memerlukan solusi komprehensif yang humanis dan berkeadilan.

Lembaga ini mendesak Panglima TNI untuk meninjau kembali kebijakan pelibatan anggota TNI dalam operasi penertiban tambang ilegal, termasuk dalam Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) atau operasi serupa. Imparsial menekankan pentingnya mengembalikan fungsi penegakan hukum kepada Polri sebagai instansi yang secara spesifik memiliki mandat dan kapasitas untuk itu. Koordinasi yang kuat antara kepolisian, kementerian lingkungan hidup, kementerian energi dan sumber daya mineral, serta pemerintah daerah, dinilai jauh lebih efektif dan sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku.

Di samping itu, Imparsial juga menyoroti relevansi standar internasional seperti Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menuntut agar penegakan hukum sipil dilakukan oleh aparat yang terlatih secara khusus dan tunduk pada pengawasan sipil yang ketat. Pelibatan militer secara masif dalam urusan domestik dianggap sebagai kemunduran bagi upaya demokratisasi dan penghormatan hak asasi manusia di Indonesia. Solusi terhadap masalah tambang ilegal harus berakar pada penegakan hukum yang transparan dan akuntabel, bukan pada pengerahan kekuatan militer.

Permasalahan tambang timah ilegal di Bangka Belitung memang bukan hal baru dan seringkali melibatkan jaringan yang kompleks serta kekuatan finansial yang besar. Namun, kompleksitas masalah ini tidak serta merta membenarkan pelibatan militer sebagai solusi utama. Imparsial berpendapat bahwa pemerintah harus memperkuat kapasitas Polri, Kejaksaan, dan lembaga peradilan, serta mengatasi akar masalah ekonomi dan sosial yang mendorong praktik penambangan ilegal. Pendekatan yang holistik dan berdasarkan hukum adalah kunci untuk menanggulangi persoalan ini secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, Imparsial menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk Presiden, Panglima TNI, dan Kapolri, untuk segera duduk bersama dan menyepakati garis batas yang jelas mengenai peran masing-masing institusi. Kejelasan ini penting untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan di masa mendatang. Penguatan institusi sipil dan penegakan hukum yang profesional merupakan pilar utama dalam menciptakan tata kelola pertambangan yang bersih dan berkeadilan, tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Referensi: news.detik.com