News

WALHI Soroti Tanggung Jawab Gubernur Sumbar Atas Bencana: Desak Evaluasi Lingkungan Menyeluruh

15 December 2025
11:54 WIB
WALHI Soroti Tanggung Jawab Gubernur Sumbar Atas Bencana: Desak Evaluasi Lingkungan Menyeluruh
sumber gambar : akcdn.detik.net.id
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat melayangkan kritik pedas kepada Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, terkait pernyataannya mengenai serangkaian bencana banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah itu. Organisasi lingkungan tersebut menyerukan agar pemerintah provinsi tidak 'cuci tangan' dari tanggung jawab atas eskalasi dampak bencana yang terjadi berulang kali. Kritik ini muncul di tengah duka dan kerugian besar yang terus-menerus dialami masyarakat akibat insiden-insiden tersebut. Walhi menilai bahwa pernyataan gubernur cenderung mengabaikan akar permasalahan struktural dan faktor antropogenik yang memperparah situasi.

Wengki Purwanto, Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Barat, menegaskan bahwa bencana yang terjadi bukanlah semata-mata fenomena alam biasa yang tidak dapat dihindari. Ia menyoroti faktor antropogenik atau kegiatan manusia sebagai penyebab utama yang secara signifikan memperparah dampak banjir bandang dan tanah longsor di berbagai daerah. Menurut Wengki, deforestasi masif yang terus berlangsung, alih fungsi lahan yang tidak terkontrol untuk perkebunan dan pertambangan, serta lemahnya penegakan hukum terhadap perusakan lingkungan, telah menciptakan kondisi rentan di banyak wilayah. Kondisi ini membuat kawasan yang tadinya berfungsi sebagai penahan air dan tanah kini mudah tergerus dan longsor.

Pernyataan Gubernur Mahyeldi yang sebelumnya cenderung mengarahkan fokus pada intensitas curah hujan tinggi atau kondisi geografis sebagai penyebab utama, dinilai WALHI mengabaikan akar permasalahan struktural. WALHI khawatir narasi tersebut berpotensi mengaburkan tanggung jawab pemerintah provinsi dalam tata kelola lingkungan hidup yang berkelanjutan. Mereka menekankan bahwa kebijakan pembangunan yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan aspek keberlanjutan memiliki kontribusi signifikan terhadap kerentanan wilayah Sumbar terhadap bencana ekologis. Pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam memastikan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.

Bencana alam terbaru telah melanda beberapa kabupaten secara berturut-turut, termasuk Agam dan Pasaman, menyebabkan puluhan korban jiwa, ratusan ribu warga mengungsi, dan kerugian material yang tak terhitung jumlahnya. Infrastruktur vital seperti jalan dan jembatan banyak yang terputus, memperlambat upaya penanganan darurat dan distribusi bantuan kemanusiaan. Banyak rumah warga hancur, lahan pertanian terendam, dan mata pencarian masyarakat terancam. Masyarakat di daerah terdampak kini menghadapi tantangan berat untuk memulihkan kehidupan mereka pasca-bencana dengan minimnya dukungan yang memadai.

Menyikapi kondisi tersebut, WALHI mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin usaha yang berpotensi merusak lingkungan, termasuk sektor pertambangan dan perkebunan monokultur skala besar. Organisasi ini juga menuntut penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu terhadap pelaku perusakan hutan ilegal serta pihak-pihak yang melanggar aturan tata ruang. Lebih lanjut, WALHI menyerukan agar pemerintah segera menyusun rencana mitigasi bencana yang komprehensif dan berbasis ekologi, melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal yang paling terdampak.

Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Barat juga menjadi salah satu poin krusial yang diusulkan WALHI sebagai langkah strategis jangka panjang. Mereka berpendapat bahwa RTRW harus lebih berpihak pada pelestarian lingkungan dan secara serius memperhatikan daya dukung serta daya tampung lingkungan. Pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan aspek kelestarian alam dan analisis risiko bencana hanya akan memperburuk situasi di masa mendatang dan menciptakan bom waktu ekologis. Oleh karena itu, perlu ada pergeseran paradigma pembangunan yang lebih berkelanjutan.

WALHI mengingatkan bahwa tanggung jawab atas perlindungan lingkungan dan mitigasi bencana tidak bisa dipisahkan dari kebijakan pemerintah daerah yang berwenang. Menghindari akuntabilitas atas kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap bencana hanya akan mengulang siklus penderitaan bagi masyarakat yang paling rentan. Organisasi ini menyerukan transparansi dan keberanian dari pemimpin daerah untuk mengakui kesalahan tata kelola lingkungan di masa lalu dan segera bertindak preventif serta rehabilitatif. Ini adalah momen krusial untuk melakukan perubahan mendasar dalam pengelolaan sumber daya alam.

Dengan kondisi geografis Sumbar yang secara alami rawan bencana dan intensitas perubahan iklim global yang semakin terasa, penting bagi pemerintah provinsi untuk mengedepankan pendekatan adaptif dan berkelanjutan. Tanpa perubahan paradigma yang signifikan dalam pengelolaan lingkungan dan penegakan hukum yang kuat, ancaman bencana serupa akan terus menghantui dan bahkan meningkat di masa depan. Masyarakat berharap ada respons nyata dan terukur dari pihak berwenang guna menjamin keselamatan dan keberlangsungan hidup, serta keadilan bagi korban bencana.

Referensi: news.detik.com