News

Ekspansi 185 Ribu Hektare Konsesi TPL Bayangi Potensi Konflik Lahan di Tapanuli

5 December 2025
10:47 WIB
Ekspansi 185 Ribu Hektare Konsesi TPL Bayangi Potensi Konflik Lahan di Tapanuli
sumber gambar : matabangsa.com
Medan, Sumatera Utara – Kekhawatiran serius mencuat dari sejumlah desa di Tapanuli, Sumatera Utara, menyusul rencana ekspansi konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL) seluas 185.015 hektare. Penambahan lahan yang masif ini dinilai berpotensi kuat memicu gelombang konflik agraria baru di tengah masyarakat adat dan lokal yang hidup bergantung pada tanah dan hutan di wilayah tersebut. Ekspansi ini menambah daftar panjang kekhawatiran terkait pengelolaan sumber daya alam di Tapanuli, sebuah area yang kaya akan keanekaragaman hayati namun rentan terhadap eksploitasi. Warga setempat secara terbuka menyuarakan kecemasan mereka terhadap dampak sosial dan ekonomi yang mungkin timbul dari perluasan operasional perusahaan.

Besarnya luasan konsesi baru yang mencapai lebih dari 185 ribu hektare ini menjadi sorotan utama. Angka ini setara dengan hampir setengah luas Provinsi DKI Jakarta, menunjukkan skala intervensi lahan yang sangat signifikan di Tapanuli. Banyak desa diyakini akan terdampak langsung, baik melalui klaim tumpang tindih lahan adat maupun akses terhadap sumber daya alam yang selama ini menjadi penopang kehidupan mereka. Sejarah konflik lahan di wilayah ini dengan perusahaan perkebunan atau kehutanan sebelumnya menambah beban kekhawatiran masyarakat, yang merasa hak-hak mereka seringkali diabaikan dalam proses perizinan. Para pihak terkait diharapkan dapat duduk bersama demi mencari solusi terbaik bagi semua masyarakat.

Kawasan Tapanuli sendiri telah lama menjadi episentrum berbagai kegiatan industri ekstraktif, mulai dari kehutanan, pertambangan, hingga energi panas bumi. Kehadiran berbagai investasi besar seperti PLTP Sarulla dan proyek-proyek pertambangan di Batangtoru telah menciptakan tekanan besar pada lahan dan lingkungan hidup. Ekspansi konsesi TPL ini hanya akan memperparah situasi, berpotensi menciptakan ketegangan baru antara perusahaan dengan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada lahan-lahan tersebut. Kompleksitas kepemilikan lahan dan sejarah panjang masyarakat adat menjadikan setiap perluasan konsesi berpotensi meledak menjadi konflik terbuka. Oleh karena itu, semua pihak perlu mengedepankan dialog.

Konflik lahan seringkali berujung pada hilangnya mata pencarian masyarakat, tergerusnya budaya lokal, dan kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki. Warga desa khawatir akses mereka terhadap hutan kemenyan, lahan pertanian, dan sumber air bersih akan terganggu atau bahkan hilang sepenuhnya. Pengalaman pahit di masa lalu menunjukkan bahwa proses ganti rugi atau kompensasi seringkali tidak memadai dan tidak mencerminkan nilai sebenarnya dari tanah dan kehidupan yang hilang. Mereka berharap pemerintah dapat bertindak sebagai penengah yang adil dalam situasi yang semakin krusial ini. Penting sekali untuk memastikan keberlanjutan hidup masyarakat adat dan lokal di tengah laju pembangunan industri.

Sejumlah aktivis lingkungan dan organisasi masyarakat sipil juga telah menyuarakan keprihatinan serupa, mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin konsesi yang dikeluarkan. Mereka menuntut adanya partisipasi aktif masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan terkait pemanfaatan lahan, serta penegakan hak-hak masyarakat adat yang telah diakui secara hukum. Transparansi dalam proses perizinan dan identifikasi batas-batas konsesi menjadi kunci untuk mencegah konflik yang lebih besar di masa mendatang. Pemerintah diharapkan tidak menutup mata terhadap aspirasi dan kekhawatiran yang disampaikan oleh masyarakat secara langsung. Peran serta semua pihak dalam menjaga lingkungan hidup merupakan sebuah keniscayaan.

Dalam menghadapi potensi konflik yang membayangi, pemerintah daerah dan pusat diharapkan dapat mengambil langkah proaktif untuk memitigasi risiko. Pemetaan partisipatif, validasi klaim tanah adat, dan dialog yang konstruktif antara perusahaan dan masyarakat adalah langkah-langkah esensial yang harus diprioritaskan. Penting untuk memastikan bahwa ekspansi industri tidak mengorbankan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup yang vital. Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta harus terjalin harmonis untuk mencapai pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Penegakan hukum yang kuat juga dibutuhkan dalam kasus semacam ini.

Situasi ini menjadi ujian penting bagi komitmen pemerintah terhadap perlindungan hak-hak masyarakat adat dan pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab di Indonesia. Tanpa pendekatan yang hati-hati dan berpihak pada keadilan, ekspansi konsesi TPL seluas 185.015 hektare ini berpotensi meninggalkan warisan konflik dan penderitaan bagi generasi mendatang di Tapanuli. Dialog terbuka dan solusi berkelanjutan adalah satu-satunya jalan untuk mencegah eskalasi konflik yang tidak diinginkan, sekaligus memastikan harmoni antara pembangunan ekonomi dan kelestarian budaya serta alam. Semua mata kini tertuju pada respons pemerintah dalam menyikapi kekhawatiran yang mendalam ini.

Referensi: matabangsa.com