News
Reformasi Tata Kelola Tambang: Bahlil Tekankan Dua Pilar Utama Melampaui Aspek Ekonomi
3 December 2025
10:15 WIB
sumber gambar : cloud.jpnn.com
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, baru-baru ini mengemukakan sebuah visi komprehensif terkait perbaikan tata kelola sektor pertambangan nasional. Dalam pernyataannya, Bahlil menegaskan bahwa upaya reformasi ini tidak hanya akan berfokus pada dimensi ekonomi semata, melainkan akan ditopang oleh dua pilar utama yang saling melengkapi. Pendekatan holistik ini menandai komitmen pemerintah untuk menciptakan ekosistem pertambangan yang lebih berkelanjutan, adil, dan memberikan manfaat maksimal bagi bangsa serta masyarakat luas. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah forum penting yang membahas arah kebijakan sumber daya alam Indonesia, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menggarap sektor krusial ini. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan industri pertambangan berjalan dengan prinsip-prinsip yang bertanggung jawab.
Pilar pertama, sebagaimana diuraikan oleh Bahlil, secara fundamental berkaitan dengan peningkatan efisiensi dan optimalisasi nilai ekonomi dari setiap kegiatan pertambangan. Ini mencakup upaya untuk memaksimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui sistem perpajakan dan royalti yang adil serta transparan. Selain itu, pilar ini juga menargetkan peningkatan nilai tambah komoditas mineral dan batu bara melalui kebijakan hilirisasi yang berkelanjutan di dalam negeri, mengurangi ekspor bahan mentah. Dengan demikian, sumber daya alam yang melimpah tidak hanya diekspor dalam bentuk mentah, tetapi diolah menjadi produk bernilai tinggi yang menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal serta nasional secara signifikan. Tujuan utamanya adalah memastikan kekayaan alam memberikan kontribusi optimal bagi kas negara dan kesejahteraan masyarakat.
Pilar kedua berfokus pada aspek non-ekonomi yang esensial, yakni keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial bagi masyarakat sekitar tambang. Bahlil menekankan pentingnya penerapan standar lingkungan yang ketat, termasuk reklamasi lahan pasca-tambang dan pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, guna meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem yang rentan. Lebih jauh lagi, pilar ini juga mencakup penguatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan pemberdayaan masyarakat lokal agar turut merasakan manfaat positif dari aktivitas pertambangan, bukan hanya terdampak negatifnya. Ini menunjukkan bahwa keuntungan finansial tidak boleh mengorbankan kelestarian alam dan kesejahteraan sosial masyarakat adat maupun non-adat yang tinggal di sekitar area konsesi tambang.
Dalam konteks pilar kedua ini, isu transparansi dan good governance juga menjadi perhatian utama pemerintah. Pemerintah bertekad untuk memberantas praktik penambangan ilegal dan segala bentuk korupsi yang merugikan negara serta lingkungan, sebuah masalah kronis yang sering terjadi. Penegakan hukum yang tegas, sistem perizinan yang akuntabel dan mudah diakses, serta pemantauan yang efektif diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan berintegritas tinggi. Dengan demikian, kepercayaan publik dan investor terhadap sektor pertambangan akan meningkat, sekaligus memastikan bahwa semua pihak beroperasi sesuai dengan koridor hukum yang berlaku dan etika bisnis yang tinggi, tanpa ada ruang untuk praktik culas.
Implementasi kedua pilar ini tentu bukan tanpa tantangan besar, mengingat kompleksitas sektor pertambangan Indonesia yang luas, beragam, dan memiliki sejarah panjang. Bahlil mengindikasikan bahwa pemerintah akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari kementerian/lembaga terkait, pelaku usaha, akademisi, hingga masyarakat sipil dan organisasi lingkungan, dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang komprehensif. Diperlukan koordinasi yang kuat antarinstansi pemerintah, adopsi teknologi terkini untuk pengawasan dan mitigasi dampak, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di sektor ini agar mampu beradaptasi dengan regulasi baru. Langkah-langkah strategis ini akan menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan reformasi tata kelola tambang yang ambisius ini.
Dengan tegaknya dua pilar utama ini, pemerintah berharap sektor pertambangan dapat bertransformasi menjadi tulang punggung ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan di masa depan. Hasil yang diharapkan meliputi peningkatan signifikan dalam penerimaan negara, penciptaan lapangan kerja berkualitas dan berkelanjutan, pertumbuhan industri hilir yang kuat, serta penurunan drastis konflik lingkungan dan sosial yang sering mewarnai area pertambangan. Tata kelola yang baik juga akan meningkatkan daya saing investasi Indonesia di mata investor global yang kini semakin peduli terhadap praktik bisnis yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan, sesuai dengan standar ESG (Environmental, Social, Governance).
Visi yang disampaikan Bahlil ini sejalan dengan agenda pembangunan nasional yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi inklusif dan perlindungan lingkungan yang komprehensif. Ini menunjukkan pergeseran paradigma dari eksploitasi sumber daya semata menuju pengelolaan yang bijaksana, bertanggung jawab, dan berorientasi jangka panjang untuk keberlanjutan. Pemerintah berkomitmen penuh untuk memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat konstitusi yang mendasari setiap kebijakan. Upaya ini merupakan bagian integral dari strategi pembangunan berkelanjutan Indonesia di era modern.
Oleh karena itu, langkah-langkah konkret untuk merealisasikan kedua pilar ini akan segera diimplementasikan melalui regulasi dan kebijakan yang lebih terukur serta terintegrasi. Perbaikan tata kelola pertambangan bukan sekadar wacana teoritis, melainkan sebuah keharusan mendesak demi masa depan Indonesia yang lebih baik, di mana kekayaan alam dapat diwariskan kepada generasi mendatang dalam kondisi yang lestari dan produktif. Kesuksesan reformasi ini akan menjadi indikator penting komitmen pemerintah terhadap pembangunan yang seimbang dan bertanggung jawab di semua lini, menegaskan bahwa keseimbangan ekologi dan kesejahteraan sosial adalah prioritas setara dengan pertumbuhan ekonomi.
Referensi:
www.jpnn.com