News

Bencana Lingkungan Sumatera Disinyalir Akibat Korupsi Alam, MARAK Desak Presiden Prabowo Bertindak Tegas

11 December 2025
10:08 WIB
Bencana Lingkungan Sumatera Disinyalir Akibat Korupsi Alam, MARAK Desak Presiden Prabowo Bertindak Tegas
sumber gambar: matabangsa.com
Rangkaian bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di berbagai wilayah Sumatera telah menimbulkan kerugian besar, baik materiil maupun korban jiwa. Fenomena ini, yang kian sering terjadi dan intensitasnya meningkat, disinyalir kuat sebagai dampak dari praktik "korupsi alam" yang masif. Menyikapi situasi darurat ini, Masyarakat Anti Korupsi Alam Rakyat (MARAK) secara tegas meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil tindakan cepat dan konkret. Mereka menekankan bahwa penanganan bencana tidak hanya sebatas mitigasi pasca-kejadian, melainkan harus menyentuh akar permasalahan yang merusak ekosistem. Seruan ini menggarisbawahi urgensi penegakan hukum demi keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat.

Dalam beberapa bulan terakhir, provinsi-provinsi di Sumatera, termasuk Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh, telah berulang kali dihantam bencana hidrometeorologi. Ribuan rumah terendam, infrastruktur jalan dan jembatan putus, serta lahan pertanian rusak parah, menyebabkan kerugian ekonomi yang tak terhitung nilainya. Data sementara menunjukkan puluhan warga meninggal dunia dan ribuan lainnya terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Para ahli lingkungan dan geolog secara konsisten mengaitkan eskalasi bencana ini dengan deforestasi besar-besaran, alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan atau pertambangan tanpa pengawasan, serta perusakan daerah aliran sungai (DAS). Kondisi alam yang rapuh akibat eksploitasi berlebihan ini semakin rentan terhadap perubahan iklim ekstrem.

MARAK, sebagai garda terdepan dalam pengawasan dan pemberantasan korupsi lingkungan, mendefinisikan "korupsi alam" sebagai setiap tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang yang berakibat pada kerusakan lingkungan demi keuntungan pribadi atau korporasi. Ini mencakup penerbitan izin usaha pertambangan atau perkebunan yang tidak sesuai prosedur, pembiaran terhadap praktik penebangan liar, hingga manipulasi analisis dampak lingkungan (AMDAL). Menurut MARAK, praktik-praktik ilegal ini seringkali melibatkan oknum pejabat, aparat penegak hukum, dan pihak swasta yang berkolusi. Akibatnya, ekosistem yang seharusnya berfungsi sebagai penopang kehidupan justru hancur, memicu bencana yang merenggut nyawa dan harta benda.

Oleh karena itu, MARAK mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk memimpin upaya penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku "korupsi alam" tanpa pandang bulu. Mereka menuntut dibentuknya tim investigasi khusus yang independen untuk mengungkap jaringan kejahatan lingkungan ini, dari level paling bawah hingga aktor intelektualnya. Selain itu, MARAK juga menyarankan evaluasi menyeluruh terhadap semua izin konsesi lahan yang terindikasi bermasalah di wilayah rawan bencana Sumatera. Langkah-langkah ini diharapkan tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga mencegah terulangnya tragedi serupa di masa mendatang. Presiden memiliki otoritas penuh untuk membersihkan praktik kotor ini.

Seruan MARAK ini hadir menjelang peringatan Hari Anti Korupsi Dunia (Harkodia) pada Desember 2025, menambah urgensi isu korupsi dalam konteks lingkungan. Korupsi alam bukan lagi sekadar kejahatan ekonomi, melainkan kejahatan kemanusiaan yang memiliki dampak multidimensional. Ini merugikan negara secara finansial, merampas hak masyarakat adat, merusak keanekaragaman hayati, dan yang paling krusial, mengancam keselamatan jutaan jiwa. Penanganan yang serius terhadap korupsi alam akan menjadi indikator kunci komitmen pemerintah dalam menjaga integritas dan keberlanjutan bangsa. Ini adalah ujian nyata bagi visi kepemimpinan yang baru.

Pemerintahan Presiden Prabowo kini menghadapi tantangan besar untuk membuktikan komitmennya dalam menjaga lingkungan dan memberantas korupsi. Upaya penegakan hukum terhadap korupsi alam memerlukan keberanian dan political will yang kuat, mengingat seringkali melibatkan aktor-aktor berpengaruh. Sinergi antara lembaga penegak hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta pemerintah daerah menjadi krusial dalam koordinasi penanganan kasus dan pencegahan. Kebijakan yang lebih ketat dalam perizinan dan pengawasan harus segera diterapkan untuk memulihkan fungsi ekologis Sumatera yang telah terdegradasi. Tantangan ini memang kompleks, namun tidak mustahil untuk diatasi dengan kepemimpinan yang tegas.

Selain penegakan hukum, pendidikan dan partisipasi aktif masyarakat sipil juga memegang peranan penting dalam menciptakan kesadaran kolektif. Transparansi data mengenai izin konsesi, pengawasan proyek-proyek ekstraktif, dan pelibatan komunitas lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dapat menjadi benteng pencegahan korupsi. Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam memahami kejahatan lingkungan juga esensial untuk memastikan proses hukum berjalan efektif. Masyarakat diharapkan tidak segan melaporkan indikasi korupsi alam yang mereka temui, menjadi mata dan telinga pemerintah di lapangan. Upaya ini harus menjadi gerakan bersama seluruh elemen bangsa.

Bencana banjir dan longsor di Sumatera adalah alarm keras yang tidak boleh diabaikan, sebuah peringatan tentang dampak mematikan dari korupsi yang merusak lingkungan. MARAK menegaskan bahwa ini adalah kesempatan bagi Presiden Prabowo untuk menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam melindungi alam dan rakyatnya. Dengan tindakan cepat, tegas, dan komprehensif, pemerintah dapat memulihkan harapan akan masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi Indonesia. Korupsi alam harus dihentikan, demi generasi kini dan yang akan datang. Masa depan Sumatera, dan bahkan Indonesia, sangat bergantung pada langkah-langkah yang diambil saat ini.

Referensi: matabangsa.com