News
Bahlil Bantah Tudingan Tambang dan PLTA Picu Banjir Sumatra yang Tewaskan 164 Jiwa
1 December 2025
13:24 WIB
sumber gambar : asset.tribunnews.com
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, baru-baru ini angkat bicara menanggapi tudingan serius dari sejumlah aktivis lingkungan. Tudingan tersebut menyebutkan bahwa aktivitas penambangan, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), serta deforestasi masif menjadi pemicu utama bencana banjir bandang di sejumlah wilayah Sumatra dan Aceh. Bencana alam yang terjadi di beberapa daerah tersebut telah menelan korban jiwa hingga 164 orang, menciptakan duka mendalam bagi masyarakat yang terdampak. Para aktivis mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin proyek yang disinyalir berkontribusi pada kerusakan lingkungan. Respons Bahlil ini sangat dinantikan untuk menjelaskan posisi pemerintah terkait isu krusial ini di tengah sorotan publik yang tajam.
Dalam keterangannya, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan selalu berupaya memastikan investasi yang masuk ke Indonesia ramah lingkungan serta berkelanjutan. Ia membantah secara langsung bahwa proyek-proyek tambang atau PLTA yang memiliki izin resmi menjadi penyebab tunggal banjir mematikan tersebut yang terjadi di akhir tahun 2025 ini. Menurut Bahlil, setiap proyek investasi telah melalui kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang ketat dan prosedur perizinan yang berlapis sebelum mendapatkan persetujuan. Oleh karena itu, tudingan tersebut perlu dikaji lebih mendalam dengan data dan fakta yang komprehensif, bukan sekadar asumsi belaka. Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah terhadap keberlanjutan lingkungan, sekaligus menepis pandangan bahwa investasi hanya berorientasi pada keuntungan semata.
Namun, para aktivis lingkungan bersikeras bahwa dampak kumulatif dari berbagai kegiatan eksploitasi alam seringkali terabaikan dalam proses perizinan dan pengawasan. Mereka menyoroti lemahnya pengawasan di lapangan pasca-izin diterbitkan, yang membuka celah bagi praktik-praktik yang merusak lingkungan dan tidak sesuai standar. Banjir bandang yang menghantam beberapa kabupaten di Sumatra dan Aceh, menurut mereka, adalah bukti nyata dari rapuhnya ekosistem hutan dan daerah aliran sungai akibat intervensi manusia. Kerusakan tutupan lahan akibat pembukaan area tambang, perkebunan monokultur, dan proyek infrastruktur dituding mengurangi kemampuan tanah menyerap air hujan secara alami. Hal ini memperparah risiko bencana hidrometeorologi, terutama saat intensitas curah hujan tinggi yang dipicu perubahan iklim.
Bahlil tidak menampik adanya kerusakan lingkungan di Indonesia, namun ia menekankan bahwa masalah tersebut bersifat kompleks dan tidak bisa hanya ditimpakan pada satu atau dua faktor investasi modern. Ia mengindikasikan bahwa sebagian kerusakan hutan mungkin merupakan akumulasi dari praktik penebangan liar di masa lalu yang berlangsung puluhan tahun, yang tidak terkait langsung dengan izin investasi baru. Menteri Investasi tersebut mengajak semua pihak untuk melihat permasalahan ini dari berbagai sudut pandang, termasuk perubahan iklim global yang turut memengaruhi intensitas curah hujan ekstrem yang kian sering terjadi. Pemerintah, kata Bahlil, terus berkomitmen untuk merehabilitasi lahan kritis dan menegakkan hukum terhadap pelanggar lingkungan tanpa pandang bulu. Upaya mitigasi dan adaptasi terhadap bencana juga menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan.
Untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi, Bahlil menyatakan bahwa pihaknya siap melakukan evaluasi ulang terhadap perizinan investasi yang disinyalir bermasalah jika ditemukan bukti kuat. Ia menambahkan bahwa koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terus diperkuat untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang. Selain itu, pemerintah berencana untuk meningkatkan program reboisasi dan rehabilitasi lahan di daerah tangkapan air yang rawan banjir serta memperkuat konservasi hutan. Bahlil berharap, kerja sama yang erat antara pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan pelaku usaha dapat menciptakan ekosistem investasi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Langkah-langkah preventif ini diharapkan dapat meminimalisir dampak buruk aktivitas ekonomi terhadap lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.
Polemik antara pemerintah dan aktivis lingkungan ini menyoroti urgensi pendekatan holistik dan terintegrasi dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Di satu sisi, investasi sangat dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian nasional dan menciptakan lapangan kerja yang layak bagi masyarakat. Namun, di sisi lain, perlindungan lingkungan hidup adalah sebuah keharusan mutlak demi keberlanjutan masa depan bangsa dan generasi mendatang. Banjir Sumatra dan Aceh yang memakan banyak korban jiwa menjadi pengingat pahit akan dampak kelalaian dan ketidakseimbangan dalam pembangunan terhadap alam. Oleh karena itu, solusi komprehensif yang melibatkan semua pemangku kepentingan diperlukan untuk mencapai keseimbangan optimal antara pembangunan ekonomi dan kelestarian alam yang lestari. Pemerintah diharapkan dapat mewujudkan pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan bertanggung jawab sepenuhnya.
Referensi:
wartakota.tribunnews.com