JATAM Kuliti Jaringan Bisnis Tambang Sherly Tjoanda, Ada yang Izinnya Sudah Dicabut
1 November 2025
Image generated by AI
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) kembali menyoroti praktik bisnis sektor pertambangan di Indonesia, kali ini dengan membongkar dugaan jaringan bisnis tambang milik Sherly Tjoanda. Investigasi mendalam JATAM menguak berbagai entitas usaha yang terafiliasi, termasuk beberapa di antaranya yang terindikasi memiliki masalah perizinan serius. Bahkan, ditemukan fakta bahwa sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) dalam jaringan tersebut sudah dicabut oleh otoritas terkait. Temuan ini memicu pertanyaan besar mengenai tata kelola dan kepatuhan dalam industri pertambangan nasional. JATAM menekankan pentingnya transparansi dalam kepemilikan dan operasional perusahaan tambang.
Lebih lanjut, JATAM menyoroti dugaan keterlibatan pejabat daerah dalam struktur kepemilikan atau pengelolaan perusahaan swasta, khususnya di sektor pertambangan. Kondisi semacam ini berpotensi besar menimbulkan konflik kepentingan yang serius dan tidak etis. Hal tersebut dapat menghambat pengawasan efektif serta penegakan hukum terhadap praktik pertambangan yang tidak sesuai aturan. Adanya pejabat publik yang terlibat dalam bisnis tambang pribadi dapat menciptakan celah untuk penyalahgunaan wewenang dan korupsi. JATAM menyerukan agar pemerintah segera meninjau dan menindak praktik serupa demi tegaknya integritas.
Penelusuran JATAM mengungkap bagaimana jaringan bisnis tambang ini beroperasi, dengan fokus pada kepemilikan silang dan peran strategis individu di dalamnya. Mereka menduga adanya upaya untuk menyiasati regulasi atau bahkan memanfaatkan koneksi politik demi keuntungan bisnis semata. Modus operandi semacam ini seringkali merugikan masyarakat sekitar, lingkungan hidup, dan penerimaan negara yang sah. Lingkungan pertambangan yang kompleks memang rawan terhadap praktik-praktik yang tidak transparan dan manipulatif. Oleh karena itu, pengawasan ketat dan independen menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar.
Kasus pencabutan izin yang ditemukan dalam investigasi JATAM menjadi bukti nyata adanya pelanggaran yang cukup mendasar dan serius. Pencabutan izin biasanya dilakukan karena ketidakpatuhan terhadap kewajiban lingkungan, finansial, atau teknis yang ditetapkan dalam regulasi. Langkah tegas ini seharusnya menjadi sinyal keras bagi perusahaan tambang lain untuk mematuhi regulasi yang berlaku secara konsisten. Namun, JATAM khawatir bahwa proses pencabutan izin belum sepenuhnya efektif jika praktik bisnis tersebut masih dapat berlanjut melalui entitas lain atau nama berbeda. Diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas kebijakan pencabutan izin serta upaya pengawasan pasca-pencabutan.
JATAM menegaskan bahwa pengungkapan jaringan bisnis tambang seperti ini adalah bagian dari upaya advokasi mereka untuk mendorong tata kelola pertambangan yang lebih bersih dan bertanggung jawab. Mereka menyerukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya untuk menindaklanjuti temuan ini dengan serius dan tuntas. Transparansi kepemilikan, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi adalah kunci untuk memastikan bahwa sumber daya alam Indonesia dimanfaatkan secara berkelanjutan dan adil. Tanpa penegakan hukum yang tegas dan imparsial, praktik-praktik ilegal dan tidak etis di sektor tambang akan terus merajalela tanpa hambatan. Seluruh elemen masyarakat diharapkan turut mengawal proses ini demi masa depan pertambangan Indonesia yang lebih baik.