News
Perpres Kepatuhan HAM Dunia Usaha Mendesak untuk Tata Kelola Berkelanjutan
15 December 2025
11:41 WIB
sumber gambar : static.republika.co.id
JAKARTA – Aktivis hak asasi manusia (HAM) dan pendiri Lokataru Foundation, Haris Azhar, secara tegas mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai kepatuhan dunia usaha terhadap prinsip-prinsip HAM. Desakan ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak akan kerangka regulasi yang lebih kuat dalam memastikan praktik bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan di Indonesia. Kehadiran Perpres ini diharapkan dapat menjadi payung hukum yang jelas bagi pelaku usaha, sekaligus memberikan perlindungan komprehensif bagi masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif kegiatan bisnis. Langkah proaktif pemerintah dalam hal ini akan menandai komitmen serius terhadap tata kelola perusahaan yang beretika dan inklusif.
Haris Azhar menyoroti pentingnya Perpres ini sebagai instrumen vital untuk menjamin bahwa operasional bisnis tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Menurutnya, kerangka regulasi yang ada saat ini masih belum cukup kuat untuk secara efektif mencegah pelanggaran HAM yang mungkin timbul dari aktivitas korporasi. Penerbitan Perpres akan memberikan panduan konkret bagi perusahaan tentang bagaimana mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan mempertanggungjawabkan dampak HAM dari kegiatan mereka. Ini merupakan langkah krusial untuk membangun iklim investasi yang sehat dan bertanggung jawab secara sosial.
Perpres Kepatuhan Dunia Usaha terhadap HAM ini diharapkan akan mengatur berbagai aspek, mulai dari hak-hak pekerja, hak masyarakat adat, hingga perlindungan lingkungan yang seringkali terdampak oleh proyek-proyek bisnis. Regulasi ini akan mendorong perusahaan untuk melakukan uji tuntas (due diligence) HAM secara menyeluruh dalam setiap tahap operasional mereka, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Dengan demikian, pemerintah tidak hanya menunjukkan komitmennya di tingkat nasional, tetapi juga menyelaraskan diri dengan standar dan prinsip internasional mengenai bisnis dan HAM, seperti UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs).
Keberadaan Perpres ini juga akan memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Perusahaan yang patuh pada standar HAM akan mendapatkan keuntungan reputasi, mengurangi risiko hukum, dan menarik investor yang semakin memprioritaskan faktor ESG (Environmental, Social, and Governance). Sebaliknya, perusahaan yang abai terhadap HAM akan menghadapi konsekuensi hukum dan sanksi yang jelas, mendorong akuntabilitas yang lebih tinggi. Ini menciptakan level playing field yang adil dan mendorong kompetisi sehat berdasarkan praktik bisnis yang etis dan berkelanjutan.
Dari perspektif masyarakat, Perpres ini akan memperkuat posisi mereka dalam menuntut pertanggungjawaban dari perusahaan yang melanggar hak-hak mereka. Mekanisme pengaduan dan pemulihan akan lebih terstruktur dan mudah diakses, memberikan jalan bagi korban pelanggaran HAM untuk mendapatkan keadilan. Selain itu, regulasi ini dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan perusahaan yang berdampak pada kehidupan mereka, menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara bisnis dan komunitas. Ini adalah fondasi penting untuk pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam konteks global, banyak negara telah mengembangkan kerangka hukum serupa untuk memastikan kepatuhan bisnis terhadap HAM, mencerminkan peningkatan kesadaran akan tanggung jawab korporasi. Dengan menerbitkan Perpres ini, Indonesia tidak hanya akan meningkatkan citranya di mata internasional sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM, tetapi juga akan menarik investasi yang lebih berkualitas. Investor global semakin melihat aspek HAM sebagai bagian integral dari penilaian risiko dan keberlanjutan investasi mereka, menjadikan regulasi ini sebagai daya tarik strategis.
Namun, penerbitan Perpres hanyalah langkah awal. Keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada kemauan politik pemerintah untuk menegakkan aturan tersebut secara konsisten dan adil. Diperlukan sinergi antara berbagai kementerian dan lembaga, serta kolaborasi aktif dengan organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan tentunya dunia usaha itu sendiri. Proses sosialisasi yang masif dan pendidikan berkelanjutan mengenai Perpres ini juga akan menjadi kunci untuk memastikan pemahaman dan kepatuhan yang luas di kalangan pelaku usaha.
Haris Azhar menegaskan bahwa percepatan penerbitan Perpres ini bukan hanya sekadar tuntutan, melainkan sebuah kebutuhan mendesak untuk mewujudkan ekosistem bisnis yang berintegritas dan berpihak pada keadilan. Pemerintah memiliki peran sentral dalam menciptakan landasan hukum yang kuat untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan penghormatan terhadap martabat manusia dan kelestarian lingkungan. Masa depan tata kelola yang baik dan berkelanjutan sangat bergantung pada keberanian pemerintah mengambil langkah progresif ini.
Penerbitan Perpres Kepatuhan Dunia Usaha terhadap HAM akan menjadi tonggak penting dalam sejarah perlindungan HAM di Indonesia, menandai era baru di mana keuntungan ekonomi tidak boleh dicapai dengan mengorbankan hak-hak fundamental. Ini adalah investasi jangka panjang bagi stabilitas sosial, keberlanjutan lingkungan, dan reputasi bangsa di kancah global. Oleh karena itu, semua pihak menanti keputusan konkret dari pemerintah untuk segera merealisasikan regulasi krusial ini. Demikian laporan dari Jakarta pada tanggal 10 Desember 2025.
Referensi:
esgnow.republika.co.id