News

Herwin Sudikta Soroti Sinergi Bencana dan Aktivitas Terlarang: Ada yang Lebih Busuk dari Cuaca Buruk

3 December 2025
10:17 WIB
Herwin Sudikta Soroti Sinergi Bencana dan Aktivitas Terlarang: Ada yang Lebih Busuk dari Cuaca Buruk
sumber gambar : fajar.co.id
Pegiat media sosial terkemuka, Herwin Sudikta, baru-baru ini melontarkan pernyataan tajam mengenai penyebab mendalam dari bencana banjir bandang yang kerap melanda berbagai wilayah di Indonesia. Herwin menyoroti fenomena ditemukannya kayu-kayu gelondongan di permukiman warga pascabencana, menyatakan bahwa hal tersebut mengindikasikan adanya masalah yang lebih fundamental dan 'busuk' dibandingkan sekadar cuaca buruk. Menurutnya, jika material kayu bisa terbawa hingga ke rumah-rumah penduduk, maka ada faktor-faktor non-alamiah yang turut memperparah dampak bencana tersebut. Pernyataan ini didasarkan pada hasil sejumlah riset terbaru yang menekankan korelasi antara aktivitas manusia dan kerentanan wilayah terhadap bencana alam.

Sudikta secara eksplisit mengisyaratkan adanya praktik ilegal seperti penebangan hutan tanpa izin atau deforestasi yang tidak terkendali sebagai akar masalahnya. Kehadiran kayu gelondongan dalam jumlah besar saat banjir menunjukkan bahwa hutan-hutan di daerah hulu telah kehilangan kemampuannya menahan air dan tanah. Kondisi ini diperparah dengan dugaan lemahnya penegakan hukum dan potensi korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam, yang pada akhirnya menjadikan masyarakat di hilir sebagai korban utama. Oleh karena itu, Herwin mendesak agar pemerintah dan pihak berwenang tidak hanya fokus pada penanganan pascabencana, melainkan juga pada upaya pencegahan yang menyasar akar masalah lingkungan dan tata kelola.

Dalam konteks nasional, Indonesia memang seringkali dihadapkan pada ancaman banjir bandang, tanah longsor, dan berbagai bencana hidrometeorologi lainnya, terutama saat musim hujan tiba. Banyak pihak cenderung menyalahkan cuaca ekstrem atau curah hujan tinggi sebagai satu-satunya pemicu. Namun, Herwin Sudikta melalui pernyataannya mengajak semua pihak untuk lebih kritis melihat kondisi ini, dengan mempertimbangkan aspek kerusakan lingkungan sebagai kontributor utama. Ia menegaskan bahwa kerusakan ekosistem hulu memiliki dampak domino yang sangat merugikan bagi kehidupan masyarakat, infrastruktur, dan perekonomian secara keseluruhan.

Lebih lanjut, Sudikta menyebutkan bahwa hasil-hasil riset terbaru memperkuat argumennya mengenai intervensi manusia terhadap alam yang berujung pada bencana. Studi-studi ini kemungkinan besar menyoroti data tentang tutupan hutan yang berkurang drastis, perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukan, serta analisis aliran air dan sedimen di daerah aliran sungai. Temuan-temuan ilmiah semacam ini memberikan dasar kuat bahwa bencana alam tidak selalu murni fenomena alam, melainkan seringkali merupakan konsekuensi dari tindakan-tindakan eksploitatif yang dilakukan secara tidak bertanggung jawab oleh oknum tertentu.

Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat sipil untuk mengatasi persoalan ini secara komprehensif. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku illegal logging dan kejahatan lingkungan lainnya menjadi krusial untuk memberikan efek jera. Selain itu, revitalisasi hutan, penataan ruang yang berkelanjutan, serta edukasi publik mengenai pentingnya menjaga lingkungan harus menjadi prioritas. Tanpa upaya serius untuk memberantas praktik 'busuk' yang diungkap Herwin Sudikta, masyarakat akan terus-menerus terancam oleh bencana yang sebenarnya dapat dicegah.

Pernyataan Herwin Sudikta ini sekaligus menjadi pengingat penting bagi seluruh elemen bangsa akan urgensi menjaga kelestarian lingkungan demi keberlanjutan kehidupan. Ia menekankan bahwa musibah yang menimpa masyarakat bukan hanya takdir semata, melainkan juga hasil dari abainya kita terhadap alam dan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas yang merusak. Mengatasi 'sesuatu yang lebih busuk dari cuaca buruk' memerlukan komitmen kuat dan tindakan nyata dari semua pihak agar bangsa ini dapat lebih tangguh menghadapi tantangan lingkungan di masa depan.

Referensi: fajar.co.id