Laporan Oxfam: 0,1 Persen Orang Terkaya Dunia Jadi Penyumbang Polusi Terbesar di Bumi, Sektor Tambang dalam Sorotan
1 November 2025
Image generated by AI
Sebuah laporan terbaru dari Oxfam mengungkap fakta mengejutkan bahwa 0,1 persen orang terkaya di dunia bertanggung jawab atas sebagian besar polusi yang terjadi di Bumi. Temuan ini menyoroti kesenjangan ekstrim antara gaya hidup mewah segelintir individu dan dampaknya yang merusak terhadap lingkungan global. Laporan tersebut mendesak adanya perubahan signifikan dalam pola konsumsi dan produksi demi keberlanjutan planet.
Koneksi antara kekayaan ekstrem dan jejak karbon besar tak bisa dilepaskan dari rantai pasokan global, di mana industri pertambangan memainkan peran fundamental. Sektor ini menyediakan bahan baku esensial untuk hampir setiap aspek kehidupan modern, mulai dari energi, infrastruktur, hingga produk teknologi dan barang mewah. Peningkatan konsumsi oleh kelompok ultra-kaya secara langsung atau tidak langsung mendorong permintaan akan sumber daya mineral yang lebih banyak, seringkali didapatkan melalui proses ekstraksi yang intensif.
Operasi pertambangan, meskipun vital, acap kali menyisakan dampak lingkungan yang signifikan, termasuk emisi gas rumah kaca, deforestasi, dan polusi air. Permintaan tinggi akan logam langka untuk gawai canggih atau mineral untuk komponen kendaraan listrik mewah yang dikendarai oleh kaum super kaya, secara tidak langsung memicu peningkatan aktivitas pertambangan. Ini menimbulkan tantangan besar bagi upaya global untuk mencapai target keberlanjutan dan mitigasi perubahan iklim.
Dampak lingkungan dari ekstraksi sumber daya ini tidak terdistribusi secara merata, melainkan seringkali membebani komunitas lokal di sekitar area pertambangan, terutama di negara-negara berkembang. Mereka adalah yang pertama merasakan konsekuensi dari kerusakan lingkungan seperti krisis air, hilangnya lahan pertanian, dan gangguan kesehatan. Ironisnya, manfaat ekonomi dari aktivitas ini seringkali lebih banyak dinikmati oleh segelintir elite di puncak piramida ekonomi.
Dalam menghadapi sorotan ini, industri pertambangan berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab. Penerapan prinsip-prinsip ESG (Environment, Social, and Governance) menjadi krusial, menuntut perusahaan tambang untuk mengurangi jejak karbon, meminimalkan kerusakan lingkungan, dan memastikan keadilan sosial bagi komunitas terdampak. Transparansi dalam rantai pasokan juga semakin didorong untuk memastikan praktik penambangan yang etis.
Beberapa perusahaan tambang telah mulai berinvestasi dalam teknologi inovatif untuk mengurangi emisi, mengelola limbah dengan lebih baik, dan memulihkan lahan pascatambang. Penggunaan energi terbarukan di lokasi tambang dan pengembangan metode penambangan yang lebih efisien menjadi langkah konkret. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi dampak lingkungan sekaligus memenuhi kebutuhan material dunia secara bertanggung jawab.
Laporan Oxfam ini menjadi pengingat tegas bahwa perjuangan melawan perubahan iklim tidak hanya soal teknologi, tetapi juga soal keadilan sosial dan ekonomi. Sektor pertambangan, sebagai pemasok utama material bagi konsumsi global, memiliki peran sentral dalam transformasi menuju masa depan yang lebih hijau dan adil. Akuntabilitas dari para pemangku kepentingan, dari konsumen hingga korporasi, adalah kunci untuk mengatasi krisis polusi yang semakin mendesak.